Minggu, 23 Februari 2020

Menerapkan Kebenaran Kejahatan Politik Masa Kuno Untuk Masa Kini

Dae Biem
Bima 24 Februari 2020

Dalam buku 668 halaman, Political Order and Political Decay, yang menjadi best seller, dua kali penulisnya, Francis Fukuyama, mengutip Niccolo Machiavelli (1469-1527). Keduanya tentang satu hal: kejahatan politik.

Kutipan pertama merujuk pada Discourses on the First Ten Books of Livy (1517), tentang bagaimana kota besar seperti Roma dibangun berdasarkan pembunuhan Remus oleh Romulus. Disebutkan, Machiavelli melakukan observasi lebih luas untuk sampai kepada simpulan: semua usaha membangun keadilan berasal dari suatu kejahatan.

Kutipan kedua menyebutkan bahwa kekerasan politik hanya akan menimbulkan kekerasan politik lebih jauh daripada perubahan sosial yang progresif, sebelum akhirnya menyimpulkan fakta: keadilan hari ini sering merupakan hasil kejahatan yang dilakukan pada masa lalu (Fukuyama, 2015: 196-7, 269)

Mengapa kejahatan politik selalu terhubung dengan Machiavelli? Dalam sejarah filsafat, Machiavelli, yang dikelompokkan sebagai filsuf politik zaman Renaisans, disebut mengabaikan problem teoretis atas kedaulatan dan sifat negara demi "realisme", seperti dalam Il Principe (1513), petunjuk bagi para pangeran yang ingin mengetahui cara melanggengkan dan memperbesar kekuasaan.

Risalah dengan sinisisme moral itu mencerminkan kebutuhan atas persatuan karena ditulis di tengah situasi sosial-politik Italia yang terpecah parah sehingga absolutisme monarki menjadi pertimbangan, jika bukan pilihan. Dalam pilihan ini, setiap ilusi hak suci ilahiah para raja dikesampingkan. Ini mempertegas keyakinan bahwa kesatuan politik yang kuat dan stabil dapat diamankan dengan cara itu.

Mengingat idealisme Machiavelli adalah negara republik Roma Akhir (147-30 SM) semasa Julius Caesar, pilihan "realistis" kepada doktrin monarki absolut tampak menjadi satu-satunya pilihan bagi khalayak korup dan dekaden. Menurut Machiavelli, hanya penguasa absolut yang mampu menggalang kekuatan-kekuatan sentrifugal dan membentuk khalayak yang bersatu dan kuat (Coplestone, 1993: 21, 311, 317). Kejahatan politik, kekerasan politik, hanya bisa diatasi oleh kekuasaan absolut, seperti kediktatoran. Bukankah ini tak terlalu asing di Nusantara?

Dalam Pararaton, terdapat sejumlah "pelajaran" kejahatan dan kekerasan politik, seperti berikut ini. Untuk merebut kekuasaan Tunggul Ametung, Ken Angrok memesan keris dari Mpu Gandring dan meminjamkannya kepada Kebo Ijo, yang lantas mencurinya untuk menusuk Tunggul Ametung. Kebo Ijo pun ditangkap dan dibunuh dengan keris itu. Ken Angrok menikahi Ken Dedes dan menguasai Tumapel.

Lembu Ampal diperintahkan Panji Tohjaya membunuh Mahisa Campaka dan Pranaraja. Jika gagal, ia akan dibunuh. Alih-alih menjalankan tugas, Lembu Ampal berpihak kepada keduanya. Lembu Ampal menusuk orang Rajasa, lantas lari ke Sinelir. Di Sinelir, ditusuknya pula seseorang dan lari ke Rajasa. Kedua kelompok pun tawur hingga semua dibunuh oleh Tohjaya. Maka, kedua desa bersatu untuk menyerang keraton di bawah perlindungan Mahisa Campaka dan Pranaraja sampai Tohjaya terbunuh.

Gajah Mada mengetahui bahwa Raja Jayanegara mengganggu istri Tanca, maka ia memberi tahu Tanca. Ketika bertugas memecah bisul raja, Tanca meminta raja melepas jimat agar bisul bisa pecah. Raja ditusuk Tanca dan tewas di tempat tidur. Namun Tanca pun tewas ditusuk Gajah Mada (Kriswanto, 2009: 49-53, 61-7, 99).

Kekerasan? Sudah tentu. Kejahatan? Meski hanya Ken Angrok yang merupakan antagonis dalam drama tanpa protagonis, Lembu Ampal dan Gajah Mada adalah protagonis yang melakukan kejahatan politik. Disebutkan dalam Il Principe (Sang Pangeran) bahwa Machiavelli sekadar memberikan seluk-beluk mekanis pemerintahan, melepaskan diri dari pertimbangan moral, dan hanya berharap untuk menyatakan cara, tempat kekuasaan politik dapat ditetapkan dan dipertahankan.

Faktanya toh tetap. Pria kelahiran Florence itu mempertimbangkan bahwa penguasa (maupun yang ingin berkuasa-SGA) berhak menggunakan cara-cara tak bermoral dalam konsolidasi dan penjagaan kekuasaan (Coplestone, op.cit., h. 315-6). Jika di Tanah Jawa ada Pararaton yang menjadi refleksi politis kekuasaan Singasari dan Majapahit, bukankah yang dipikirkan Machiavelli terbukti mungkin dilakukan di suatu waktu dan ruang lain, termasuk wacana politik dinasti di daerah Bima hari ini. Sebab realisme politik dinasti dapat dilihat pada orientasinya yang tidak lagi mutlak pada kekuasaan, melainkan lebih menuju kepada kepentingan atau keuntungan yang didapat bagi sebagian golongan. Inilah salah satu dampak logis dalam otonomi daerah yang menuntut demokratis lokal, yang mana petinggi pemerintahan daerah memiliki pintu untuk mendapat keuntungan lebih terbuka.

Secara sederhana Kejahatan politik semakin membara dan tidak bisa di elakan lagi bima ramah sebagai visi terbuka di jadikan sebagai eksploitasi kepentingan yang tidak bermoral.

Rabu, 01 Januari 2020

RETORIKA TAK BERTEPI

Assalaamu’alaikum ...
Adinda, dikeheningan malam dibawah sinar rembulan, disaat sang bintang berkelip menghiasi angkasa, dan semilir angin melambai dan mengusik hati kanda untuk menggoreskan guratan hati kedalam secarik kertas suci bertintakan emas kemuliaan penuh kerinduan. Perkenankanlah kanda mencurahkan isi hati yang terdalam. Entah mengapa hati ini begitu bahagia. Sebuah rasa yang entah muncul dari mana. Rasa ingin slalu dekat dan mendengar setiap kata dari dinda. Inikah cinta  yang letaknya di hati dan sanubari, meskipun tersembunyi jauh di dalam sukma, namun getarannya tampak menggelora.
Gemerisik dedaunan dan desahan angin seakan menjadi pernak-pernik saat mendung di mata kanda jatuh berderai dalam sujud yang panjang. Linangan air matapun tak sanggup dibendung lagi, air mata penuh penantian dan kerinduan. Ada luka dan air mata, ada cinta dan juga rindu berbalut cemburu...
Adinda, tatapan wajah dan kasih sayang dinda membuat hati kanda tunduk...
Kanda tak sanggup memendam rasa ini sendirian...
Betapa indahnya dinda, bunga hati kanda...
Satu bunga di taman yang membuat kanda terpana dan terpesona...
Siang pun terus terbayang dan malam kian terkenang...

Ingin kanda bangunkan dinda sebuah gunung,
Agar ketika hati dinda berkecamuk bingung
Adinda dapat menyepi kesana mencari tentram.

Ingin kanda tangkap dan kanda kotakkan sepuluh kupu,
Agar kala sedih tiba berlumur pilu
Adinda dapat membuka kotak itu untuk memberi dinda riang.

Ingin kanda gapai dan beri dinda seratus pelangi,
Agar di tengah badai mengamuk dan menyayat hati
Kanda dapat bersama dinda mengusir sepi.

Ingin kanda petik dan beri dinda seribu mawar,
Agar kala kemarau datang menyengat
Kanda dapat bersama dinda menebar senyum mengusir sedih.

Hati kanda ruah dengan semangat membumbung untuk menyentuh hati dinda,
Dengan seribu angan-angan, sejuta harapan.
Kanda persembahkan jiwa dan raga ini
Agar dinda dapat mengejar mimpi.

Kanda sadar adinda, diri ini terbatas,
Dan kanda bukanlah sempurna...
Kanda sedang belajar menggapai pelangi,
Menanam mawar,
Mengejar kupu,
Membangun gunung,
Tapi, sementara kanda belajar melakukan semua itu,
Adinda pegang tangan kanda erat,
Sandarkanlah diri dinda di bahu kanda,
Karena kanda merindukan dindakekasih pujaan hati.
Wassalaamu’alaikum ...
                                                                                                   Salam Rindu

Buraidah......... Sepercik surat singkat dari Dinda


Sepercik surat singkat dari Dinda

Mencintai itu jangan setengah-setengah. Karena hasilnya juga akan setengah. Mencintai harus utuh
dan harus hati yang tulus ikhlas.

Yunda dan Kanda

Tuntunlah dinda agar tetap selalu tetap belajar mencintai dalam setiap genggaman nafas perjuangan ini.

Yunda dan Kanda

Tuntunlah dinda agar bisa menjadi perempuan yang sebenarnya. Perempuan yang kelak bisa menghasilkan generasi umat dan bangsa. Pun yang menjadi cantik dengan kejujuran lewat perkataan..

Yunda dan Kanda

Ada kenikmatan didalam mencintainya
Ada hasrat yang selalu ingin disampaikan padanya. Bahwa dinda ingin terus menikmati.

Menikmati hasil melalui proses yang dibekali oleh Keyakinan lewat Iman, diUsahakan lewat Ilmu dan diSampaikan dengan Amal. Hingga akan tertuai layaknya menikmati kenikmatan yang ada pada puncak tertinggi.

Karena dengannya aku berada dalam kasih dan sayang. Dengannya aku berada dalam lingkup saudara rasa sekandung. Yang ku cinta adalah Himpunanku,  "Himpunan Mahasiswa Islam"

Salam santun dari dinda
Biem

Senin, 16 Desember 2019

Jadilah Energi Positif Yang segera mengucapkan Selamat Kepada Lawan

Pemenang sejati pasti tersenyum dan bahagia saat tahu dirinya belum berhasil. Sebab, dia sadar bahwa perlu persiapan yang lebih berkualitas agar kemenangan sejati dapat diraih dengan penuh kejujuran. Kalah dan menang hanyalah persepsi dari sebuah hasil akhir. Ketika nilai-nilai sportivitas dan etika hidup di dalam jiwa, maka diri memiliki kekuatan untuk menerima kalah dan menang dengan penuh tanggung jawab dan senyuman manis menghiasi seluruh jiwa dan raga. 

Ketika seseorang tidak ikhlas menerima kekalahan dari sebuah pertandingan yang terbuka dan terukur dengan aturan, maka dia sedang menciptakan monster amarah yang membuat dirinya kalah oleh dirinya sendiri. Ikhlas dan bersabar adalah jalan berikut untuk meraih kemenangan. Tidak ikhlas dan penuh kebencian adalah jalan berikut untuk menuju kekalahan.

Menerima kekalahan dengan ikhlas adalah bukti bahwa kita menjadi energi positif untuk kebaikan semua orang. Menerima kekalahan dengan senyum tulus adalah bukti bahwa kita bahagia dengan siapapun pemenangnya. Menerima kekalahan dengan rasa syukur dan penuh empati merupakan bukti bahwa kita adalah kompetitor yang menciptakan pemenang yang berkualitas. Sementara pemenang adalah mereka yang sangat terampil menerima kekalahan dengan perasaan menang. Pemenang selalu memiliki etika untuk berjabat tangan dengan pesaingnya, lalu mengucapkan selamat kemenangan untuk pesaing yang menang.

Tidak semua orang mampu untuk menerima kekalahan dengan ikhlas, hanya orang-orang yang hatinya disentuh sama Tuhan, yang mampu menerima kekalahan dengan perasaan ikhlas dan menang. Ketika Tuhan bersama diri kita, maka emosi dan pikiran kita pasti tunduk pada hati nurani yang baik dan ikhlas. Hati nurani yang ikhlas dan penuh empati memiliki energi positif yang berlimpah-limpah, untuk dikontribusikan kepada kehidupan yang lebih luas daripada sebatas ambisi dan ego kemenangan diri sendiri.

Kekalahan adalah kemenangan yang dirayakan bersama pesaing. Bila diri mampu mengadopsi sikap baik dan memperkuat energi positif ke dalam jati diri, maka kekalahan akan menjadi rahmat untuk memperbaiki kualitas diri. Jadikan diri sebagai panutan atau role model yang mencitrakan seorang pemenang sejati. Jangan pernah menjadikan diri yang kalah sebagai pengganggu kedamaian dan keamanan banyak orang.

Jauhkan diri dari obsesi yang berlebihan untuk sebuah hasil yang sempurna. Wasit yang mengawasi pertandingan selalu memiliki hak penuh di lapangan, sehingga diperlukan sikap dewasa dan kemampuan untuk menerima ketidaksempurnaan di lapangan. Jangan menjadikan diri kalah oleh ketidakdewasaan diri dalam menerima realitas permainan.

Jadilah energi positif yang segera mengucapkan selamat kepada lawan tanding, serta dengan sangat antusias dan bahagia menjabat tangan lawan dan mengatakan, “saya membantu Anda”. Katakan, “ kompetisi sudah berakhir, sekarang Anda adalah sahabat saya, saya siap 100% dengan sepenuh hati untuk membantu mengisi kemenangan Anda”.

99Biem Md

Minggu, 15 Desember 2019

Reason will be the veil of hope and leadership identity

Oleh : 99 Dae Biem  Md
Kamis 5 Desember 2019

Ditengah hegemoni globalisasi yang kian akut, poros rasionalitas semakin mendominasi aspek kekuasaan. Demikian banyak sosok pemimpin yang bermunculan seiring menjelang rutinitas tradisi demokrasi dalam kaca Kebimaan. Bicara harapan adalah keniscayaan yang dinanti oleh banyak orang, termasuk kita sebagai masyarakat biasa.

Lain halnya dengan prosedur yang mapan dari sistem demokrasi, ada hal yang merisaukan bagi saya sebagai masyarakat biasa, kehadiran politik merupakan sesuatu yang tak bisa dielakkan dalam kehidupan kita. Seperti kita ketahui bersama, masih juga dipenuhi dengan hal-hal yang membuat kita mengelus dada, apalagi dewasa ini, daerah bima ini sedang belajar untuk berdemokrasi.
Yang berkelindang di benak kita adalah kapan pemimpin yang adil, berkharisma itu muncul? Memang menarik berbicara tentang cakrawala kepemimpinan, seolah tak ada habisanya untuk di kaji dan pastinya selalu menarik kian berkembangnya dimensi zaman, fakta dan referensi.

Demokrasi, Politik harapan dan identitas visi pembaharuan
Demokrasi membutuhkan penghargaan atas perbedaan, suatu semangat semakin hari kian semakin hilang. Masyarakat kita mudah terjebak dalam absolutisme, fanatisme baik bersifat agama, kedaerahan, suku, ideologi dan kepentingan politik.
Minimnya pendidikan politik yang ada menjadikan minimnya pengetahuan atas harapan besar. Demokrasi yang difahami adalah doktrin prosedural, tanpa diiringi persiapan estafet kepemimpinan politik yang matang.

Demokrasi tidak hanya menyelenggarakan pemilu secara berkala tetapi juga didukung oleh penegakan HAM, Hukum yang berwibawa, kesadaran politik masyarakat secara luas dan adanya pergantian kekuasaan secara damai.
Politik harapan republik ini berdiri diatas harapan ”tiang”. Maka harapan adalah identitas kebangsaan. Ketika ruang penjelmaan atas kesadaran politik yang dasar. dari persemaian nilai kemanusiaan dengan kesadaran hakikat maka insaf dan kembali berjuang menjadi dasar penopang harapan besar. Sekarang yang dibutuhkan adalah sosok pemimpin yang mau berbenah untuk menjadi teladan. Disinilah titik genting politik yang dapat kita raba-raba dari kacamata harapan.

Visi adalah mata yang akan dijadikan acuan untuk mencapai harapan besar. Karena itu visi haruslah menjadi kekuatan besar menuntun harapan untuk mengantisipasi responsibilitas politik. Kemasukakalan, efisiensi, keadilan dan kebebasan adalah empat prinsip utama atas kebijakan dan pilihan politik. Dengan empat prinsip itu politik yang responsif harus mempertimbangkan rasionalitas publik tanpa kesemena-menaan dalam pengambilan kebijakan.

Realitas perjuangan ketika kita melangkah untuk menjalani maka pastilah ada harapan dan rintangan, dinataranya pertama; kemarahan, ketakutan yang tak tertahankan sejauh masih ada harapan, semangat akan tetap menyala. Kedua, harapan adalah langkah dari jejak perjuangan untuk mencapai kenyataan, dan yang ketiga inilah yang menjadi titik poin, ketika harapan tanpa visi akan membawa kesesatan. dimanapun akan melangkah untuk meraih cita, ada harapan yang perlu arahan. Kesadaran inilah yang harus dimunculkan untuk mencapai titik kulminasi perubahan kebaikan identitas.
Diperlukan suportifitas di dalam semangat harapan, perjuangan kita belum selesai menjadi kader-kader yang dipersiapkan untuk menjadi pioner ultra-revolusioner ummat dan bangsa. Kita hadir dizaman yang berbeda bukan untuk lari dan menghindar dari terpaan angin dan badai kehidupan, walaupun sudah banyak yang berguguran dalam memperjuangkan idelitas demi perubahan dengan menciptakan pembaharuan.

Dalam diri kita terdapat banyak kelebihan namun sedikit dari kita yang menyadari kelebihan itu. Kapan lagi kita melakukan loncatan percepatan, “start” ada pada diri kita masing-masing. Jatuh bukan berarti diam dan berhenti tapi bangkit untuk bangun dengan yakin dan tekat maka kita akan melaju cepat menuju pembaharuan-perubahan. Sadar dan tidak pemimpin kedepan adalah generasi kita, pembaharuan saat ini dalam tindakan kita yang menjadi tolok ukur generasi-generasi berikutnya. Saat ini adalah bagaimana kita cermat menangkap fenomena yang tersirat dalam sosialita kekinian. Keberadaan sejarah yang tersebar memberi isyarat sosok kepemimpinan. Dari masa nabi sebagai induk kepemimpinan universal yang harus menjadi referensi bersama, kita harus membongkar teks yang tersurat dan tersirat dari masa kemasa.

Tidak ada kebenaran mutlak dalam kehidupan sosial, yang ada hanyalah persepsi manusia yang sering kali dikultuskan dan menutup kemungkinan kebenaran-kebenaran lainya. Sebagai generasi muda penerus perjuangan kita harus meneladani dan mampu menjadi recources yang tepat guna sesuai zaman. Apakah kita dikehendaki atau kita yang menghendaki? Sebuah kondisi yang serba instan ini kita harusnya tergugah untuk sadar yang kali pertama dan lebih cekatan untuk membuat momentum, sehingga yang minoritas mampu menjadi poros trend setter dari mayoritas, yaitu ketangguhan untuk bergerak dan berjuang.

Hidup memang penuh tantangan, maka janganlah tantangan itu berlalu begitu saja tanpa bisa menyelesaikannya. Artinya, hidup itu memerlukan perjuangan dan perjuangan memerlukan pengorbanan. Dengan pengorbanan itulah akan menunjukan sebesar proses kita melakukan metamorfosa kehidupan. Perubahan bukan terjadi secara cepat saja, tapi juga perlu proses yang panjang. Dengan keistiqomahan, kesabaran dengan pendekatan pemahaman dan moderasi adalah kunci untuk melakukan pembaharuan. Siapkah kita menjadi pemimpin dari jamaah kita? Yakinkan diri untuk memulai start kepemimpinan alternatif yang ultra-revolusioner. Hidup untuk berjuang dan berjuang untuk sadar melakukan metamorfosa perubahan yang lebih baik lagi. 

Selasa, 12 Februari 2019

Aku Diwaktu Itu


"""""Aku Di Waktu Itu""""

Dae Biem OmpuTo'i

Mungkin dahulu engkau mengenal ku dengan sederet cerita buruk tentang perilaku ku.. .
Mungkin dahulu engkau mengenal ku dengan dangkal nya pemahaman ilmu agama ku...
Mungkin dahulu engkau mengenal ku dengan gaya berpakaian uraian ku...
Namun sungguh itu adalah masa kelam ku,masa suram ku,masa lalu ku dan aib ku.
Maka tak perlu bagi mu untuk mengungkit ungkit aib dan keburukan ku di masa lalu lantas membandingkan nya dengan perubahan ku.
Tak perlu pula bagi mu untuk menilai pantas atau tidak nya aku sekarang memilih berjalan diatas jalan islam,hanya karena engkau tahu dahulu aku adalah orang yang jauh dari ajaran islam.
Tak pastaskah bagiku yang dulu mempunyai masa lalu yang buruk ini mencoba berhijrah dengan menjadi insan yang lebih baik lagi?
Sungguh tak ada maksud bagiku untuk merasa lebih baik dari mu atau dari siapapun itu karena aku hanya ingin menjadi lebih baik dari diriku sendiri di masa lalu.
Tak ada yang lebih kuminta dari mu selain untuk menghargai atas apa yang ku lalui.
Karena engkau tak tahu seberapa berat bagiku untuk tetap bertahan di jalan hidayah ini. Bagimu yang mengenaliku di masa ini,tetap lah menjadi teman ku.
Bimbing aku agar tak lagi terjerumus dalam kubangan kemaksiatan seperti di masa lalu dan bagi mu yang mengenaliku di masa lalu,tetap lah juga menjadi teman ku.

Bantu aku dengan menutup aib keburukan ku, jangan mencoba untuk mencari aku seperti di masa lalu ku, karena...Aku sudah tidak hidup di sana lagi...

Kamar Sepi Penuh Inspiration
Bima 13 Februari 2019

Kamis, 27 Desember 2018


Makna Cinta Masih Relatif

Tentang makna cinta mungkin sudah banyak yang menjelaskannya, meski penjelasan itu belum mampu memaknai cinta yang dikendaki oleh orang-orang. Sebab, cinta itu bersifat relatif; tergantung orang yang merasakannya. Orang yang merasakannya tergantung pada sikapnya. Orang yang menyikapinya tergantung pada kemampuan logikanya.

Oleh sebab itu, makna cinta itu diartikan sesuai apa yang dirasakan oleh orang-orang. Jika mereka merasakan cinta itu membuat mereka bahagia, maka cinta diartikan keindahan. Sebaliknya, jika mereka merasakan cinta itu membuat mereka tersiksa, maka cinta diartikan penderitaan. Jadi, makna cinta itu masih bersifat relatif.

Namun, jika cinta terlepas dari sifat relatif itu, maka cinta sebenarnya memiliki makna yang sama sekali jauh dari pemaknaan orang-orang. Orang-orang memaknai cinta itu sesuai apa yang mereka rasakan. Sementara apa yang mereka rasakan sesuai pola mereka menyikapi cinta dan itu berdasarkan pada logika yang sama sekali masih belum memahami cinta. Sehingga mereka memaknai cinta sekehendaknya sendiri.

.........Dae Biem OmpuTo'i
Bima 28 Desember 2018